Label

Senin, 07 Januari 2013

Kematian


Semua manusia yang hidup dipermukaan bumi ini pasti tau apa itu kematian. Ada yang peduli, ada yang acuh, ada yang sangat takut hingga mengumpulkan amal sebanyak-banyaknya, ada juga yang tahu apa itu kematian tapi tetap mengumpulkan kerikil-kerikil tajam yang nantinya akan mengubur diri mereka sendiri.

Kematian itu misteri, takdir yang tidak bisa diubah bagaimanapun caranya karena sejatinya hanyalah nasib yang bisa manusia ubah sedangkan takdir akan tetap berjalan seperti apa yang sudah tertulis dan kematian ada supaya umat manusia bisa lebih meyakini Tuhannya, mendalami agamanya, serta menguatkan imannya. Waktu, umur, gender, harta, jabatan, keadaan, semua tak dipandang karena kematian akan datang kapanpun dimanapun baik dengan cara yang halus atau yang tragis sekalipun.

Kematian itu pun telah menghampiri seorang anak lelaki berumur sepuluh tahun. Anak lelaki dari sebuah keluarga sederhana. Anak lelaki yang masih sangat polos seusianya, yang sangat pintar cara berpikirnya, yang dipuji kehadirannya. Anak lelaki yang dijemput kematian melalui sebuah penyakit. Penyakit yang tidak mungkin dapat diterima dengan umurnya yang masih sangat belia dan sangat rapuh. Penyakit yang diam-diam menggorogoti kekebalan tubuhnya perlahan-lahan tanpa dapat disadari dengan mata telanjang, tidak terdeteksi bahkan oleh anak itu sendiri hingga penyakit itu menjadi sesuatu yang ganas yang dapat membunuhnya kapanpun.

Penyakit itu bersarang tepat dibagian perut anak itu dan penyakit itu diketahui bersarang pada tubuh anak itu pada saat penyakit itu sudah menjadi sesuatu yang ganas. Kedua orang tua anak itu kesana-kemari, keluar-masuk rumah sakit tak peduli seberapa besar biayanya hanya untuk mencari pengobatan demi kesembuhan anak itu. Kedua adiknya pun dititipkan sementara kepada sanak saudaranya agar orang tua anak itu bisa fokus terhadap kesembuhan anak itu.

Siang dan malam kedua orang tuanya tidak berhenti memanjatkan do’a-do’a, memohon, bersujud kepada Yang Maha Kuasa agar anak mereka diberi kesembuhan. Tak terhitung lagi berapa banyak air mata yang mereka keluarkan melihat anaknya terkulai tak berdaya dengan perut yang semakin membuncit karena penyakit itu semakin mengganas setiap waktunya. Langkah operasi diambil untuk mengangkat penyakit itu dari tubuh si anak tapi apa daya semua itu sudah telat dilakukan karena penyakit itu sudah mulai menyebar ke organ-organ penting dari tubuhnya. Tidak ada yang mampu menyembuhkan anak itu kecuali kejaiban dan hanya peralatan rumah sakit lah yang dapat menopang hidupnya hingga akhirnya dia menghembuskan nafas terakhirnya. Bagaikan petir di siang bolong saat orang tuanya mengetahui bahwa anaknya telah tiada. Sedangkan adik-adik kecilnya tidak mengerti apa yang dialami oleh sang kakak, yang mereka tahu hanyalah sang kakak sedang tertidur. Salah satu adiknya yang perempuan bertanya dengan polosnya “bu ade boleh cium mas engga bu?” , tetapi sang adik lupa tidak mencium sang kakak karena saat itu sang kakak sedang dikhafani dan sang adik dibawa pergi menjauh untuk beberapa saat hingga akhirnya dia diantarkan ke peristirahatan terakhirnya.

Anak itu bernama Nur Fajar Fadar dan adik perempuannya yang sedari tadi bertanya ada apa dengan sang kakak adalah Novi Dyah Cahyani yang tidak lain adalah saya sendiri. Adik perempuan yang sampai saat ini menyesali mengapa saat itu dia tidak mencium sang kakak disaat terakhir sebelum dikuburkan. Adik perempuan yang sampai saat ini menyesali mengapa saat itu dia tidak mengerti apa itu arti sebuah kematian sehingga dapat memanfaatkan waktu untuk menghabiskan waktu bersama sang kakak. Adik perempuan yang sampai saat ini terus mempertanyakan mengapa sang kakak pergi meninggalkan dia sedangkan dia sangat teramat membutuhkan kehadirannya.

Semua itu hanya akan menjadi sebuah penyeselan seumur hidup, penyesalan yang hanya akan menguras air mata, penyesalan yang tidak akan pernah mengembalikan apa yang sudah menjadi takdir Tuhan.

“kak, ini aku adikmu. Sering-sering lah datang meski hanya lewat mimpi untuk menjenguk adikmu. Dengarkanlah cerita adikmu, keluh kesahnya, hapuslah air matanya, genggam tangannya dan peluklah dia agar dia memiliki kekuatan seperti yang kau miliki selagi engkau melawan penyakit ganas itu, penyakit yang mereka sebut sebagai tumor ganas.
Kak aku ingin menghabiskan waktu bersamamu seperti yang mereka (teman) lakukan dengan kakak mereka. Aku merindukanmu kak, sungguh merindukan kehadiranmu.” :’) :’) 

pas lagi ziarah ke makam mas nur :')
foto buat diliat kalo lagi kangen :')

 ini age, adik yang laki-laki mas nur :')

ini ibu sama age lagi ngirim do'a buat mas nur :')

2 komentar:

  1. kematian emang gak bakal bisa diprediksi nov.
    jadi selagi muda nyaiapin amal buat bekel ntar dari pada nyesel dikemudian hari.

    yang ikhlas ya nov.
    semoga kakak lu sekarang berada ditempat yang paling indah di sisi-Nya. :')

    BalasHapus
  2. iya ko insyaAllah soalnya gue jg gatau gimana caranya ikhlas, kadang masih suka nyalahin dia yang pergi gitu aja tapi kalo dipikir itu takdir Allah yang gabisa ditawar :')
    makasih ya ko :')

    BalasHapus