Tulisan ini menceritakan tentang
seorang anak laki-laki yang berkuliah disalah satu universitas swasta di
Jakarta. Anak lelaki ini bernama Dylan yang sekarang sudah menduduki semester 5
dikampusnya. Dylan bukan seorang anak lelaki yang cukup pandai bergaul, dia
tertutup, pendiam, lebih senang menyendiri dan lebih senang berkumpul dengan
anak perempuan (bukan banci). Mungkin senangnya dia berkumpul dengan anak
perempuan hanyalah masalah kenyamanan saja, bukannya tidak nyaman berkupul
dengan anak lelaki lainnya tapi obrolan atau bertukar pikiran tentang masalah
kuliah dan kampus lebih nyambung dan nyaman dengan anak perempuan dikelasnya.
Masa-masa
pertama setelah ospek dan mulai memasuki dunia kuliah semua anak lelaki
dikelasnya menjadikan dia bahan olokan dan bahan tertawaan, bukan hanya anak
lelaki tetapi anak perempuan juga. Olokan ini bukan karena semua teman
dikelasnya membenci Dylan tapi hanya karena merasa lucu dengan sikap Dylan
tersebut. Dylan sesungguhnya mempunyai potensi yang lebih dalam dirinya, hanya
saja dia belum mengeluarkan sepenuhnya potensi didalam dirinya.
Semua teman dikelasnya selalu
berusaha membuat Dylan berbaur dengan mereka supaya Dylan tidak merasa sendiri
dan supaya Dylan mau terbuka, tetapi tetap saja usaha mereka gagal dan Dylan
tetap pada sifatnya. Yang dapat dilakukan teman-teman Dyalan hanyalah mengejek
dan menjadikan dia sebagai bahan tertawaan dibelakang dia tanpa tau
sesungguhnya Dylan memiliki potensi yang lebih yang tidak dimiliki teman-teman
sekelasnya.
Sampai pada suatu saat entah
karena apa di semester berikutnya Dylan memutuskan untuk berhenti dari
kuliahnya, dia menyerah dengan kuliah yang sudah dia lewati beberapa semester
ini. Dylan beralasan bahwa dia merasa tidak sanggup dengan mata kuliah yang ada
dan Dylan merasa sudah lelah. Tentu semua teman sekelasnya sontak kaget dengan
kabarberhentinya Dylan dari kuliah dan mereka merasa bersalah terhadap Dylan
karena mereka berpikir merekalah penyebab Dylan mundur dari kuliah.
Setelah dibicarakan dengan dosen
pembimbing dan pihak kampus, teman-temang Dylan sepakat untuk membujuk Dylan
untuk kembali kuliah. Ini tentang rasa simpati dan empati terhadap teman yang
sejak awal sudah berjuang bersama untuk mencapai tujuan yang sama. Jika ada
yang jatuh sudah seharusnya yang lain membantu untuk menariknya lagi dari
tempat dia terjatuh.
Beberapa
perwakilan teman-teman Dylan berkunjung kerumah Dylan dan berusaha membujuk
Dylan untuk masuk kuliah lagi, mereka juga menanyakan mengapa Dylan ingin
keluar dari kuliah. Dua kali temen-temannya berkunjung kerumahnya, Dylan tetap
pada keputusannya untuk keluar dari kuliah. Teman-temannya mulai putus asa
terhadap usaha mereka membujuk Dylan kemabali kuliah, tetapi entah ada
keajaiban apa menjelang ujian akhir semester Dylan masuk kembali kuliah. Betapa
senangnya teamn-teman Dylan mengetahui hal itu.
Semenjak
saat itu kedekatan Dylan dan teman-teman sekelasnya mulai terjalin. Mereka bersama-sama
membantu Dylan melewati ujian semester dan alhamdulillah Dylan mendapat nilai
yang cukup baik meski ada beberapa mata kuliah yang harus diulang karena dia
absen kuliah. Semenjak itu pula Dylan menjadi pribadi yang terbuka, yang dapat
menunjukkan potensi-potensi terbaik dari dirinya sehingga membuat
teman-temannya yang selama ini menjadikannya bahan olokan kagum terhadapap
dirinya. Dyaln pun kini dapat menjadi pribadi yang ceria dan periang, menjadi
pribadi yang baru. Dan kini Dylan bersama teman-temannya memiliki kedekatan
yang belum pernah mereka miliki sebelumnya, menjadi lebih solid. J
Maknanya
dari tulisan ini adalah kta tidak seharusnya menilai seseorang hanya dari apa
yang kita lihat sekilas saja atau hanya dari apa yang kita lihat diluarnya
saja. Semua nilai positif dan negatif dari seseorang akan terlihat apabila kita
bisa dekat dengan orang tersebut, memahami dan mengerti orang tersebut. Serta bukan
dalam waktu yang sebentar, sifat asli seseorang itu akan semakin terlihat seiring
berjalannya waktu. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar